Gementeestaat-Waterleidengen Van Batavia Cikal Bakal PAM Jaya
Bangunan bergaya art deco berdiri kokoh di sisi kiri Jalan Raya Bogor Km 22, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Di bagian atas bangunan tertulis jelas angka 1922. Dari simbol angka inilah, masyarakat sekarang mengenal bangunan ini dengan sebutan Gedung 1922.
Air yang mengalir pertama kali lewat jalur pipa ini,
Sekilas bangunan yang berdiri di atas lahan seluas sekitar enam hektare ini, terlihat dari luar memang kecil, mirip gardu jaga. Namun, ketika masuk ke dalam, ternyata ada bangunan berupa bak penampungan air, serta sebuah ruangan tempat pompa air bawah tanah yang tertutup rumput. Ada pula ruang laboratorium di bagian rooftop bangunan.
Mungkin banyak yang belum mengetahui, jika bangunan yang dikitari pagar besi bercat biru ini memiliki nilai sejarah. Dari gedung inilah, awal berdirinya salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta, PDAM Jaya.
PAM Jaya dan PT Palyja Gelar Bakti SosialSejarah berawal dari krisis air bersih di Batavia (sekarang Jakarta) pada 1843. Kondisi ini, membuat pemerintah kolonial Hindia Belanda waktu itu terpaksa harus mencari sumber mata air bersih untuk kebutuhan sehari-hari hingga ke wilayah Bogor, Jawa Barat.
Upaya Pemerintah Hindia Belanda akhirnya mencapai hasil, pada 1918. Mereka berhasil menemukan sumber mata air bersih di Ciburial, daerah Ciomas, Bogor yang memiliki kapasitas 484 liter per detik.
Kemudian pada 1918 hingga 1920 ,pemerintah Hindia Belanda membangun perpipaan dari Ciburial ke Batavia sepanjang 53,231 kilometer atau dikenal dengan sebutan Gementeestaat-Waterleidengen Van Batavia. Konon dari sinilah muncul sebutan 'air ledeng' di masyarakat.
Ifie Syafiudin Laili (54), salah seorang staf Ahli PAM Jaya menjelaskan, setelah Gementeestaat-Waterleidengen Van Batavia dibangun, pada 23 Desember 1922 untuk pertama kalinya air yang berasal dari Ciburial dialirkan ke Batavia tepatnya di kawasan Lapangan Banteng.
"Air yang mengalir pertama kali lewat jalur pipa ini, kemudian diabadikan sebagai hari lahirnya PAM Jaya," ujar Ifie belum lama ini kepada beritajakarta.id.
Saat itu, air yang dialirkan dari Bogor melewati beberapa pos yaitu Pos Air Mancur (sekarang Taman Air Mancur), lalu Pos Gardu Air Pasar Rebo atau Gedung 1922.
Setelah Kemerdekaan RI, pengelolaan air minum ini diambil alih oleh pemerintah dan operasionalisasinya diserahkan kepada Dinas Saluran Air Minum Kota Praja di bawah Kesatuan Pekerjaan Umum Kota Praja.
Seiring perjalanan waktu, pada 1968 pengelolaan air di Ibukota beralih dari Dinas Pekerjaan Umum ke Pemprov DKI Jakarta. Kemudian, pada 1977 PDAM Jaya disahkan sebagai salah satu Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemprov DKI yang bertugas menangani pengadaan air bersih di Jakarta.
Lalu, bagaimana dengan Gedung 1922 ? Meski sudah tidak lagi digunakan sebagai tempat pemasok air bersih ke Jakarta, sejak tahun 2000-an, Kondisi bangunan ini masih tetap berdiri kokoh dan terawat rapi hingga saat ini.
"Dulunya gedung ini sempat dijadikan pusat penelitian air dan pengendalian debit air juga. Sekarang, meski sudah tidak digunakan lagi, bangunan serta halaman masih dirawat oleh PDAM," tandas
Ifie.